Sekarang ini banyak sudah orang yang mengakui dirinya seorang syeik atau guru agama dalam hal mengajar. Penamaan yang diberikan kepada si ahlinya ini tidak menjamin bahwa ia adalah seorang guru yang telah mencukupi syarat dari beberapa syarat menjadi seoragn guru yang benar. Untuk itu wajarlah jika di beberapa tempat kita lihat banyak seorang guru itu hanya menguasai satu bidang ilmu saja sedangkan ilmu agama yang lain tidak digeluti, padahal syarat menjadi seorang guru agama atau ustadz tersebut salah satu syaratnya adalah menguasai ilmu-ilmu sastra arab. Lalu bagaimanakah jika permasalahan terjadi seperti ini, alias kita temukan seorang guru agama yang hanya menguasai satu ilmu saja tidak yang lainnya. Simak penjelasan tanya jawab singkat yang langsung dijawab oleh ulama besar Aceh, Syeikh Muda Waly Al-Khalidy dalam kitabnya Al-Fatawa, sebagai berikut :
PERTANYAAN
Menyampaikan hukum-hukum syara’ (yaitu hukum fikih atau hukum yang laiinya) kepada orang awam (atau orang yang tidak tahu ilmu agama), sedangkan orang yang menyampaikan hukum itu tidak mengetahui ilmu alat, seperti (ilmu) nahwu, sharaf, mantiq dan lain-lainnya.
JAWABAN
Kalau ilmu syara’ disampaikan itu dari kitab (yang berbahasa) arab, sedangkan dia tidak dapat fatwa dari (seorang) alim maka (hukumnya) tidak boleh, (akan) tetapi kalau yang disampaikan itu ilmu syara’ dari kitab (yang berbahasa) jawi (yaitu kitab bertulisan arab berbahasa melayu) dengan cara telah pelajari betul-betul pada ahlinya (atau pada gurunya) maka boleh dia menyampaikan (hukum yang ia pelajari tentunya setelah) tamat dia mengaji kitab Sabilal Muhtadin, tetapi kalau (hanya) ditela’ah saja (diulang-ulang pelajarannya), maka tidak boleh, apalagi kalau dia tidak alim. Dalam (beberapa riwayat) kitab arab tidak boleh sekali-sekali (menyampaikannya jika ia tidak alim).
Sumber :
Kitab Al-Fatawa Abuya Syeikh Muda Waly Al-Khalidy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar