Pengertian Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA)
Menurut Team Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Mushola Kota Gede Yogyakarta dalam As’ad dan Budiyanto (1995) mengemukakan pengertian Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) adalah lembaga pendidikan nonformal yang merupakan lembaga pendidikan baca Al-Qur’an untuk usia SD (6-12 tahun). Lembaga ini penyelenggaraannya ditangani oleh masyarakat Islam yang ada di wilayah tersebut.
Pada dasarnya lembaga ini terbagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan tingkat umur yaitu :
- Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA) untuk anak seusia TK (5-7 tahun)
- Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) untuk anak seusia SD kelas satu sampai tiga (7-9 tahun)
- Taman Bimbingan Islam dan Kreatifitas untuk anak yang berusia 10-12 tahun.
Untuk membina agar anak mempunyai sifat-sifat terpuji tidak hanya dengan pembiasaan-pembiasaan melakukan hal baik, dan menjauhi larangan-Nya. Dengan kebiasaan dan latihan akan membuat anak cenderung melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk.
2. Waktu dan Masa Pendidikan
Keberadaan TPA merupakan penunjang bagi pendidikan agama Islam pada Lembaga-lembaga pendidikan sekolah (TK-SD-MI) untuk itu penyelenggaraannya pada siang dan sore hari di luar jam sekolah. Sedang bagi lingkungan masyarakat yang memiliki Madrasah Diniyah pada jam-jam tersebut, maka TPA dapat dijadikan sebagai kegiatan “Pra Madrasah Diniyah”.
Lama Pendidikan satu tahun dan terbagi dalam dua semester. Tiap kali masuk TPA diperlukan waktu 60 menit.
3. Materi Pelajaran
Sesuai dengan tujuan dan targetnya, maka materi pelajaran dibedakan menjadi dua macam yaitu materi pokok dan materi tambahan. Yang dimaksud materi pokok adalah materi yang harus dikuasai benar oleh setiap santri dan dijadikan tolok ukur keberhasilan santri. Sebagai materi pokok santri adalah belajar membaca Al-Qur’an dengan menggunakan buku iqro’ jilid 1-6 (susunan Ustadz As Human). Bila santri telah menyelesaikan jilid 6 dengan baik, dapat dipastikan ia dapat membaca Al-Qur’an dengan benar. Untuk selanjutnya ia mulai belajar membaca Al-Qur’an.
Adapun materi tambahan adalah materi yang belum dijadikan syarat untuk menentukan lulus tidaknya santri tersebut (As’ad dan Budiyanto 1995:16). Sebagai materi tambahan adalah : Hafalan bacaan shalat dan prakteknya, hafalan doa sehari-hari, hafalan surat-surat pendek, hafalan kalimat thoyibah, bermain cerita, ibadah,aqidah dan akhlak
4. Tujuan dan Target TPA
Kurikulum dan Pola Penyelenggaraan Pendidikan (KP3) Taman Pendidikan Al-Qur’an bertujuan :
- Menyiapkan para santri agar tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang Qur’ani, mencintai Al-Qur’an sebagai pedoman dan pandangan hidup.
- Sebagai lingkungan pergaulan yang sehat dan Islami, hal ini penting bagi perkembangan jiwa anak, utamanya dalam proses sosialisasi.
- Secara lebih khusus mulai membekali para santri dengan kemampuan berpikir kreatif, mengembangkan dan mengasah potensi kepemimpinan yang ada pada dirinya.
Sedang untuk mencapai tujuan di atas ditentukan target operasional yaitu:
- Santri mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid
- Santri mampu terbiasa melaksanakan shalat 5 waktu serta terbiasa hidup dengan adab-adab Islam sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya
- Santri hafal doa sehari-hari, mengerti cara menulis huruf-huruf Al-Qur’an.
- Santri mengenal dan memahami dasar-dasar berfikir kreatif dan teknik ketrampilan kepemimpinan sesuai dangan tingkatnya.
5. Peranan TPA
Program pengelolaan TPA di Indonesia saat ini berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat dan berdasarkan LPTQ Tingkat Nasional No 1 tahun 1991 tertanggal 7 pebruari 1991 yang diresmikan oleh Menteri Agama pada waktu itu Bapak Munawir Syadzali pada tanggal 10 pebruari 1991.
TPA sebagai lembaga pendidikan nonformal yang mempunyai peran utama mengajarkan kemampuan membaca dan menulis Al-Qur’an juga sangat berperan bagi perkembangan jiwa anak seperti pengetahuan tentang ibadah, akidah, dan akhlak/akhlak. Mengingat bahwa materi yang diajarkan tidak hanya terpaku pada materi baca tulis Al-Qur’an melainkan juga memberikan materi tentang ibadah, aqidah, akhlak atau akhlak yang bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi pribadi yang Qur’ani dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam hidupnya.
Terkait dengan hal ini, Muzayyin Arifin (2003:38) berpendapat bahwa dalam proses pemberdayaan umat manusia, adanya lembaga pendidikan dalam masyarakat merupakan syarat mutlak yang mempunyai tanggung jawab kultural-edukatif.
Selanjutnya Muzayyin Arifin, menyebutkan bahwa tanggung jawab lembaga-lembaga pendidikan dalam segala jenisnya, menurut pandangan Islam adalah berkaitan dengan usaha menyukseskan misi dalam tiga macam tuntutan hidup seorang muslim, yaitu sebagai berikut:
- Pembebasan manusia dari ancaman api neraka.
- Pembinaan umat manusia menjadi hamba Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat sebagai realisasi cita-cita seseorang yang beriman dan bertakwa yang senantiasa memanjatkan doa sehari-hari.
- Membentuk diri pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya dengan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling mengembangkan hidupnya untuk menghambakan dirinya kepada khaliknya. Keyakinan dan keimanannya berfungsi sebagai penyuluh terhadap akal budi yang sekaligus mendasari ilmu pengetahuannya.
Di atas dasar pandangan inilah lembaga-lembaga pendidikan Islam berpijak untuk mencapai cita yang ideal, yaitu bahwa idealitas Islam dijadikan elan vitale-nya (daya pokok) tanggung jawab kultural-edukatifnya. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa lembaga-lembaga pendidikan berkembang dalam masyarakat merupakan cermin dari idealitas umat (Islam).
Pendidikan Islam
Pengertian Pendidikan Islam
Menurut Tim Pengembangan IKIP dalam Kunaryo (1989: 5), Pendidikan adalah aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rokhani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani) dan jasmani (panca indera serta ketrampilan-ketrampilan).
Ngalim Purwanto (2003: 10) mengatakan bahwa:
“Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rokhaninya ke arah kedewasaan. Dalam pergaulannya dengan anak-anak orang dewasa menyadari bahwa tindakannya yang dilakukan terhadap anak itu mengandung maksud, ada tujuan untuk menolong anak yang masih perlu ditolong untuk membentuk dirinya sendiri”.
Mortimer J. Adler dalam Arifin (2003: 13) mengartikan:
“Pendidikan adalah Proses dengan mana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik”.
Sedangkan Herman H. Horne berpendapat, Pendidikan harus dipandang sebagai suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbal balik dengan alam sekitar, dengan sesama manusia, dengan tabiat tertinggi dari kosmos. (Arifin 2003: 13).
Dari beberapa pendapat tentang pendidikan, dapat dipastikan bahwa pendidikan itu tidak hanya menumbuhkan, melainkan mengembangkan ke arah tujuan akhir. Juga tidak hanya suatu proses yang sedang berlangsung, melainkan suatu proses yang berlangsung ke arah sasarannya. Dalam pengertian analisis, pendidikan pada hakikatnya adalah “membentuk” kemanusiaan dalam citra Tuhan.
Jika definisi-definisi yang telah disebutkan di atas dikaitkan dengan pengertian pendidikan Islam, akan diketahui bahwa, pendidikan Islam lebih menekankan pada keseimbangan dan keserasian perkembangan hidup manusia.
Menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Thouny Al-Syaebani dalam Arifin (2003:15) mengartikan bahwa: “Pendidikan Islam sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan “.
Pendapat lain mengenai pendidikan Islam, diungkapkan oleh Dr. Muhammad Fadil Al-Djamaly, dalam Arifin (2003:17) yaitu bahwa pendidikan Islam merupakan proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarnya (pengaruh dari luar).
Sementara hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam se- Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian Pendidikan Islam: “Sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam”.
Dari uraian dan beberapa pendapat mengenai pengertian pendidikan dan pendidikan Islam di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan yang benar adalah yang memberikan kesempatan kepada keterbukaan terhadap pengaruh dari dunia luar dan perkembangan dari dalam diri anak didik. Oleh karena itu, pendidikan secara operasional mengandung dua aspek, yaitu menjaga atau memperbaiki dan aspek menumbuhkan atau membina.
Tujuan Pokok Pendidikan Islam
Ulama besar Umar Bin Khattab kepada para wali mengemukakan, “ Amma Ba’du ajarlah anak-anakmu berenang, mengendarai kuda, dan riwayatkan kepada mereka ibarat-ibarat yang baik, syair-syair yang indah.” Pernyataan tersebut mangandung pesan bahwa orang tua hendaknya memberikan pendidikan bagi anakanaknya tidak hanya pendidikan jasmani tetapi juga pendidikan bagi perkembangan jiwa dan akhlak. Hal ini sesuai dengan tujuan pokok Pendidikan Islam yaitu mendidik akhlak dan pendidikan jiwa.
Setiap muslim yang mukmin berkewajiban mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang baik dan benar, sehingga mereka tumbuh dewasa menjadi anak-anak yang saleh. Sementara saleh atau tidaknya anak-anak banyak tergantung pada bagaimana orang tua mendidik mereka.
Sabda Rasul SAW “Tiada seorang anakpun yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah (berakidah yang benar). Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak itu beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Al Bukhari dan Muslim). Selanjutnya Hadist yang diriwayatkan oleh Imam At.Thirmidzi berbunyi :“Tidak ada hadiah yang lebih baik dari orang tua kepada anaknya, kecuali (pendidikan) moral yang baik” (HR. Imam At Tirmidzi).
Menurut John Loke dalam Ngalim Purwanto (2003:7) dengan teori tabularasanya mengemukakan bahwa, jiwa seorang anak yang baru dilahirkan seperti kertas putih, yang dapat ditulis menurut kehendak orang yang menulis.
Dari hal-hal tersebut di atas, terlihat bahwa pengalaman yang bersumber dari orang tua atau orang lain yang ditemui anak dalam pergaulan sehari-hari dapat menanamkan sikap dan nilai-nilai yang kemudian oleh anak dijadikan pedoman dalam hidup. Orang tua adalah pembina pribadi yang pertama dan utama dalam hidup anak. Kepribadian orang tua serta cara hidupnya merupakan unsur-unsur pendidikan yang tak langsung. Dengan sendirinya masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh.
Perkembangan agama anak ditentukan pendidikan dan pengalamannya terutama pada masa pertumbuhan dari usia 0 sampai 12 tahun. Latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah seperti sembahyang, membaca Al-Qur’an, menghafal ayat-ayat pendek, harus dibiasakan sejak dini.
Dalam Islam di dalam mendidik anak yang dimulai sejak lahir, orang tua harus memperhatikan pokok-pokok dasar ajaran sunah Rasul.
Yang perlu sekali ditanamkan dalam mendidik anak adalah empat hal, yakni :
a. Akidah dan Agama
Cara yang ditempuh guna menumbuhsuburkan akidah yang ada dalam diri seorang anak adalah melalui tiga tahapan. Pertama melalui pemahaman; kedua melalui anjuran dan himbauan; ketiga melalui latihan membiasakan diri serta mengulang-ulang.
b. Ketaatan
Sikap ini merupakan bibit pertama yang harus dipupuk dalam jiwa anak didik dengan cara lembut dan perlahan-lahan. Untuk itu pendidik jangan sekali-kali memakai cara paksaan. Dalam hal ini pendidik harus bersikap sabar dan memahami sepenuhnya dunia psikologis anak didiknya.
c. Kejujuran
Sifat jujur merupakan tonggak akhlak yang mendasari bangunan pribadi yang benar bagi anak-anak.
d. Amanah
Yang dimaksud di sini, sifat amanah mencakup segi pendengaran, pemindahan berita dan penggunaan mata (dari hal-hal yang dilarang). Termasuk dalam kategori amanat adalah amanat kekuasaan, hukum, dan tanggung jawab. Pengertian inilah yang lebih dekat kepada pemahaman dan jalan pikiran anak, yang karenanya perhatian kita terpusatkan untuk melatih, membiasakan serta memperluas wawasan anak.
e. Sifat Qanaah dan Ridha
Alangkah baiknya apabila dalam usia dini, seorang anak diperkuat perasaan keagamaannya, dan dipusatkan perhatiannya kepada akidah serta akhlak. Hal mana dimaksudkan agar dapat dilenyapkan pada diri anak hal-hal yang menyebabkan tumbuhnya rasa dengki, iri hati dan tamak. Diharapkan sifat tercela itu tidak akan tumbuh dalam kehidupan mereka di masa mendatang. Sifat qanaah dan ridha merupakan kunci kebahagiaan serta memberi ketenangan dalam berpikir.
Metode-Metode Pendidikan Anak
Agar pendidikan terhadap perkembangan anak dapat berjalan dengan baik, maka orang tua atau pendidik harus mempunyai metode/pedoman pendidikan yang berpengaruh dalam upaya mempersiapkan anak secara mental, moral, saintikal, spiritual dan sosial, sehingga anak tersebut mampu meraih puncak kesempurnaan, kedewasaan dan kematangan berpikir dan bertingkah laku.
Menurut M.D. Dahlan (1992: 1) paling tidak ada lima buah metode dalam mendidik anak, yaitu :
- Pendidikan dengan keteladanan,
- Pendidikan dengan adat kebiasaan,
- Pendidikan dengan nasihat,
- Pendidikan dengan pengawasan,
- Pendidikan dengan hukuman.
Adapun secara rinci, penjelasan metode pendidikan terhadap anak tersebut di atas adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan dengan Keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah metode paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secar moral, spiritual, dan sosial. Sebab, seorangn pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru.
Keteladanan merupakan faktor penentu baik buruknya anak didik. Semua keteladanan akan melekat pada diri dan perasaan anak, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat material, inderawi maupun spiritual.
b. Pendidikan dengan adat kebiasaan
Adat kebiasaan/pembiasaan adalah salah satu metode pendidikan yang penting sekali, terutama bagi anak-anak. Anak-anak dapat menurut dan taat kepada peraturan-peraturan dengan jalan membiasakannya dengan perbuatan-perbuatan yang baik, di dalam keluarga, di sekolah dan juga masyarakat.
Pembiasaan yang baik penting artinya bagi pembentukan watak anak, dan juga akan terus berpengaruh kepada anak itu sampai hari tuanya.
c. Pendidikan dengan nasihat
Nasihat sangat berperan dalam menjelaskan kepada anak tentang segala hakikat, menghiasinya dengan moral mulia, dan mengajarinya tentang prinsip-prinsip Islam.
d. Pendidikan dengan pengawasan
Maksud pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendampingi anak dalam upaya membentuk aqidah dan moral, dan mengawasinya dalam mempersiapkannya secara psikis dan sosial, dan menanyakan secara terus menerus tentang keadaannya, baik dalm hal pendidikan jasmani maupun rohaninya
e. Pendidikan dengan hukuman
Hukuman dalam proses pendidikan dapat dikatakan sebagai penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh orang tua, guru dan sebagainya sesudah terjadi pelanggaran, kejahatan atau kesalahan. Sebagai alat pendidikan hukuman hendaklah senantiasa merupakan jawaban atas suatu pelanggaran, selalu bertujuan ke arah perbaikan, hukuman hendaklah diberikan untuk kepentingan anak itu sendiri.
SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS
- Al Halwani, Aba Firdaus. 1996. Melahirkan Anak Shaleh. Yogyakarta: LEKPIM Mitra Pustaka.
- Arifin, Muzayyin. 2003. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
- As’ad Human, Budiyanto. 1995. Pedoman Pengelolaan Pembinaan dan Pengembangan TPA-TPA Nasional. Yogyakarta: LPTQ Nasional.
- Athiyah Al-Abrasyi, M. 1974. Dasar Dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan intang.
- Bakry, Oemar. 1986. Akhlak Muslim. Bandung: Angkasa. Dahlan, M. D. 1992. Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-kaidah Dasar.
- Bandung: Remaja Rosda Karya.
- Daradjat, Zakiyah. 1976. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
- Daroeso, Bambang. 1986. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu.
- Darsono, Max dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
- Gazalba, Sidi. 1973. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.
- Hadaikusumo, Kunaryo. 1996. Pengantar Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang Press.
- Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
- Hasan, Maimunah, 2002. Membentuk Pribadi Muslim. Yogyakarta : Pustaka Nabawi.
- Milles, Mattew B. dan Huberman A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
- Moleong, Lexy. J. 2002. Metodologi Pendidikan Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya
- Muhammmad, Zuhaili. 2002. Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini. Jakarta: A.H. Ba’adillah Press
- Purwanto, M. Ngalim 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Balai Pustaka.
- ___________. 2003. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
- Rachman, Maman. 1999. Strategi dan Langkah-langkah Penelitian. Semarang: IKIP
- Semarang Press.
- Sedyowati, Edi. 1995. Pedoman Budi Pekerti Luhur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Pendidikan. Bandung: Jenius.
- Sutopo, H.B. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret Universitas Press.
- Suyahmo. 2000. Filsafat Pancasila. Semarang: IKIP Semarang Press.